FUNGSI DAN SIFAT HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN INDONESIA YANG BAIK
FUNGSI DAN SIFAT HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM
MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN INDONESIA YANG BAIK
Dosen : Makmur Jaya Yahya, MH.
www.makmurjayayahya.com
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Istilah Hukum Administrasi Negara dalam kepustakaan Belanda
disebut pula dengan istilah bestuursrecht,
dengan unsur utama “bestuur”. Menurut
Philipus M. Hadjon, istilah bestuur berkenaan
dengan “sturen” dan “sturing”. Bestuur dirumuskan sebagai
lingkungan kekuasaan negara di luar lingkungan kekuasaan legislatif dan
kekuasaan yudisial. Dengan rumus itu kekuasaan pemerintahan tidak sekadar
melaksanakan Undang-Undang. Kekuasaaan pemerintahan merupakan kekuasaan yang
aktif. Sifat aktif tersebut dalam konsep Hukum Administrasi secara intrinsik
merupakan unsur utama dari “sturen” (besturen). Unsur-unsur tersebut adalah
sebagai berikut :
“Sturen merupakan suatu kegiatan yang
kontinu. Kekuasaan pemerintahan dalam hal ini menerbitkan izin mendirikan
bangunan misalnya- tidaklah berhenti dengan diterbitkannya izin mendirikan
bangunan. Kekuasaan pemerintahan senantiasa mengawasi agar izin tersebut
digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaan mendirikan bangunan tidak sesuai
dengan izin yang diterbitkan, pemerintah akan menggunakan kekuasaan penegakan
hukum berupa penertiban yang mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunan yang
tidak sesuai”.
“Sturen berkaitan dengan penggunaan
kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah konsep hukum publik. Sebagai konsep hukum
publik, penggunaan kekuasaan harus dilandasi pada asas-asas negara hukum, asas
demokrasi, dan asas instrumental. Berkaitan dengan asas negara hukum adalah
asas weten rechtmatigheid van bestuur.
Dengan asas demokrasi tidaklah sekedar adanya badan perwakilan rakyat, Di
samping badan perwakilan rakyat, asas keterbukaan pemerintah dan lembaga peran
serta masyarakat (inspraak) dalam
pengambilan keputusan oleh pemerintah adalah sangat penting artinya. Asas
instrumental berkaitan dengan hakikat Hukum Administrasi sebagai Instrumen.
Dalam kaitan ini asas efektivitas dan efesiensi dalam pelaksanaan pemerintahan
sekayaknya mendapat perhatian yang memadai (“doeltreffenheid dan doelmatigheid)”.
“Sturen menunjukkan lapangan di luar
legislatif dan yudisial. Lapangan ini lebih luas dari sekedar lapangan
eksekutif semata. Di samping itu, sturen senantiasa diarahkan kepada suatu
tujuan (doelgerichte)”.
Meskipun secara umum dianut definisi negatif tentang
pemerintahan, yaitu sebagai suatu aktifitas diluar perundangan dan peradilan,
pada kenyataannya pemerintah juga melakukan tindakan hukum dalam bidang
legislasi, misalnya dalam hal pembuatan undang-undang organik dan pembuatan
berbagai peraturan pelaksaan lainnya, dan juga bertindak dalam bidang
penyelesaian perselisihan, misalnya dalam penyelesaian hukum melalui upaya
administrasi dan dalam hal penegakan Hukum Administrasi Negara atau pada
penerapan sanksi-sanksi administrasi, yang semuanya itu menjadi objek kajian Hukum
Administrasi Negara.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan pemerintahan yang
menjadi objek kajian hukum administrasi negara ini demikian luas. Oleh karena
itu, tidak mudah menentukan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Di samping
itu, kesukaran menentukan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara ini
disebabkan pula oleh beberapa faktor :
1. Hukum Administrasi Negara berkaitan
dengan tindakan pemerintahan yang tidak semuanya dapat ditentukan secara
tertulis dalam perturan perundang-undangan, seiring dengan perkembangan
kemsyarakatan yang memerlukan pelayanan pemerintah dan masing-masing masyarakat
di suatu daerah atau Negara berbeda Tata Usaha Negara sesuai dengan tuntutan
dan kebutuhan.
2. Pembuatan peraturan-peraturan,
keputusan-keputusan dan instrument yuridis bidang administrasi lainnya tidak
hanya terletak pada satu tangan atau lembaga;
3. Hukum Administrasi Negara berkembang
sejalan dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan dan kemasyarakatan, yang
menyebabkan pertumbuhan bidang Hukum Administrasi Negara tertentu berjalan
secara sektoral. Oleh karena faktor-faktor inilah HAN tidak dapat dikodifikasi.
Menurut C.J.N. Versteden :
Anders dan het burgerlijk en
strafrecht is het bestuursrecht niet gecodificeerd, d.w.z. niet geheel of
grotendeels samengevat in een algemeen wetboek. De bonte verscheidenheid en de
snelle ontwikkeling van dit recht maken een algemene codificatie ook onmogelijk”.
(Berbeda dengan hukum perdata dan hukum pidana, Hukum Administrasi
Negara tidak dapat di kodifikasi, dengan kata lain, keseluruhan atau sebagian
besar tidak dapat dikumpulkan dalam satu kitab undang-undang umum.
Keanekaragaman dan perkembangan yang pesat dari Hukum Administrasi ini membuat
kodifikasi umum itu tidak memungkinkan).
Alasan yang hampir senada dikemukakan pula oleh E. Utrecht, dengan mengutip pendapat A.M. Donner, bahwa Hukum Administrasi
Negara itu sukar di kodifikasi karena dua alasan : Pertama, peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara berubah
lebih cepat dan sering secara mendadak, sedangkan peraturan-peraturan hukum
privat dan hukum pidanan hanya berubah secara berangsur-angsur saja; kedua,
pembuatan peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara tidak dalam satu
tangan. Di luar pembuat undang-undang pusat hamper semua departemen dan
pemerintah daerah otonom membuat juga peraturan-peraturan Hukum Administrasi
Negara sehingga lapangan Hukum Administrasi Negara itu sangat beraneka ragam
dan tidak bersistem). Karena tidak dapat di kodifikasi, sehingga sukar
diidentifikasi ruang lingkupnya dan yang dapat dilakukan hanyalah membagi
bidang-bidang atau bagian-bagian HAN.
Hukum Administrasi Negara merupakan hukum yang selalu
berkaitan dengan aktivitas perilaku administrasi negara dan kebutuhan
masyarakat serta interaksi diantara keduanya. Di saat sistem administrasi
negara yang menjadi pilar pelayanan publik menghadapi masalah yang fundamental
maka rekonseptualisasi, reposisi dan revitalisasi kedudukan hukum administrasi
negara menjadi satu keharusan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
penerapan good governance.
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia secara
simultan berinteraksi dengan faktor-faktor fisik, geografis, demografi,
kekayaan alam, idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam. Dalam
rangka pencapaian tujuan negara dan pelaksanaan tugas negara diselenggarakan
fungsi-fungsi negara yang masing-masing dilaksanakan oleh Lembaga Negara yang
telah ditetapkan dalam UUD 1945 dengan amandemennya.
Perbuatan pemerintah yang menjadi obyek kajian dalam HAN
adalah perbuatan pemerintah yang merupakan perbuatan hukum (Rechthandelingen). perbuatan pemerintah
yang merupakan perbuatan hukum adalah suatu perbuatan atau tindakan oleh
pemerintah kepada masyarakat yang dapat menimbulkan akibat hukum (bentuk
keputusan dan peraturan).
Perbuatan pemerintah yang berupa keputusan dan peraturan
lebih mendominasi dari perbuatan pemerintah yang lain, dan efek untuk
masyarakat juga lebih besar tentang keputusan (beschikking) dan peraturan (regeling).
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
saja unsur-unsur keputusan yang ada ?
2.
Apa saja jenis-jenis keputusan yang ada ?
3. Apa yang dimaksud dengan peraturan ?
4. Bagaimana perbedaan keputusan dan peraturan ?
5. Bagaimana cara-cara membuat keputusan ?
6. Bagaimana keputusan yang berlaku umum di
Indonesia ?
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Menyebutkan
dan menjelaskan unsur-unsur keputusan.
2.
Menjelaskan jenis-jenis keputusan.
3. Mendeskripsikan
yang dimaksud dengan peraturan.
4. Menjelaskan perbedaan keputusan dan
peraturan.
5. Menjelaskan cara-cara membuat keputusan.
6. Menjelaskan keputusan yang belaku umum di
Indonesia.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
KEPUTUSAN
Keputusan
atau ketetapan Beberapa sarjana telah membuat definisi tentang keputusan yang
agak berlainan satu dengan yang lain :
W.F PRINS berpendapat bahwa:
Keputusan adalah suatu tindakan hukum sepihak dibidang pemerintahan, dilakukan
olehpenguasa berdasarkan kewenangan khusus.
E. UTRECHT menyatakan: Keputusan
adalah suatu perbuatan berdasarkan hukum publik yang bersegi satu,
ialahdilakukan oleh alat-alat pemerinah berdasarkan sesuatu kekuasaan istimewa.
Menurut VAN DER POT Keputusan adalah
perbuatan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintahan itu dalammenyelenggarakan
hal khusus, dengan maksud mengadakan perubahan dalam lapangan bidang hukum.
VAN POELJE menyatakan: Keputusan
adalah pernyataan tertulis kehendak suatu alat perlengkapan pemerintah
daripenguasa pusat yang sifatnya sepihak yang ditujukan keluar, berdasarkan
kewenangan atasdasar suatu peraturan HTN atau hukum Tata Pemerintahan dan yang
tujuannya ialahperubahan atau suatu pembatalan suatu hubungan hukum yang ada
atau penetapan sesuatu hubungan hukum yang baru ataupun yang memuat suatu
penolakan pemerintahpenguasa terhadap hal-hal tersebut.
UU NO. 5 TAHUN 1986 TENTANG
PERADILAN TATA USAHA NEGARA : Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badanatau pejabat Tata Usaha Negara
(TUN) yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkrit, individualdan final yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
B. PERATURAN
Menurut Lydia Harlina Martono, Peraturan merupakan pedoman agar manusia hidup tertib dan
teratur. Jika tidak terdapat peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang,
tanpa kendali, dan sulit diatur.
Joko Untoro & Tim Guru Indonesia, Peraturan merupakan salah satu
bentuk keputusan yang harus ditaati dan dilaksanakan. Jadi, kita harus menaati
peraturan agar semua menjadi teratur dan orang akan merasa nyaman.
M. Hasan,
Peraturan adalah ketentuan yang digunakan untuk mengatur hubungan antarmanusia
dalam sebuah masyarakat.
Menurut I Wawang Setyawan, Peraturan adalah suatu hal yang sangat mutlak dan bersifat
membatasi ruang gerak atau "kemerdekaan" setiap individu.
Maria Farida Indrati S, Peraturan adalah keputusan yang bersifat mengatur.
Dari beberapa pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa, Peraturan adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok
masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang
sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku;
atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau
membandingkan sesuatu
BAB III
PEMBAHASAN
A.
UNSUR-UNSUR KEPUTUSAN
Dari definisi menurut UU Nomor 5 Tahun 1986 tersebut
dapat dirumuskan unsur-unsur keputusan sebagai berikut, yaitu;
1. Suatu Pernyataan Kehendak Tertulis
Pernyataan kehendak sepihak yang
dituangkan dalam bentuk tertulis ini muncul dalam dua kemungkinan,
yaitu pertama ditujukan ke dalam (naar
binnen gericht), yang artinya keputusan berlaku ke dalam lingkungan
administrasi Negara sendiri, dan kedua, ditujukan ke luar (naar buiten gericht), yang berlaku bagi
warga Negara atau badan hukum perdata. Keputusan dibagi menjadi ketatapan
intern (interne beschikking) dan keputusan ekstern (externe beschikking).
Berdasarkan penjelasan Pasal 1 Angka
3 UU No. 5 Tahun 1986, istilah penetapan tertulis menunjuk pada isi dan bukan
pada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN. Yang di
syaratkan tertulis bukan formatnya seperti surat keputusan pengangkatan dan
sebagainya yang diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian. Oleh karena itu,
memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis dan akan mendapat keputusan badan
atau pejabat TUN menurut undang-undang ini apabila sudah jelas :
a. Badan atau pejabat TUN yang
mengeluarkannya.
b. Maksud serta mengenai hal apa saja
isi tulisan itu.
c. Kepada siapa tulisan itu ditujukan
dan apa yang ditetapkan di dalamnya.
2. Dikeluarkan Oleh Pemerintah
Hampir semua bagian pemerintahan
berwenang untuk mengeluarkan keputusan atau keputusan. Keputusan dikeluarkan
oleh pemerintah selaku administrasi negara. Banyaknya lembaga atau organ
pemerintahan dan yang dipersamakan dengan organ pemerintahan menunjukan bahwa
pengertian badan atau pejabat TUN memiliki cakupan luas. Hal ini berarti luas
pula pihak-pihak yang dapat diberikan wewenang pemerintah untuk membuat dan
mengeluarkan keputusan.
3. Berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan Yang Berlaku
Pembuatan dan penerbitan keputusan
harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau didasarkan
pada wewenang pemerintahan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Tanpa dasar tersebut pemerintah atau TUN tidak dapat membuat dan menerbitkan
keputusan atau membuat keputusan menjadi tidak sah. Kewenangan itu dapat
diperoleh organ pemerintah melalui atribusi, delegasi,
dan mandat.
Atribusi adalah wewenag yang melekat
pada suatu jabatan (Pasal 1 angka 6 UU Nomor 5 Tahun 1986 menyebutnya: wewenang
yang ada pada badan atau pejabat tata usaha negara yang dilawankan dengan
wewenang yang dilimpahkan). Delegasi adalah pemindahan/pengalihan suatu
kewenangan yang ada. Delegasi menurut Prof. Muchsan adalah
pemindahan/pengalihan seluruh kewenangan dari delegans (pemberi delegasi)
kepada delegataris (penerima delegasi) termasuk seluruh pertanggungjawabannya.
Mengenai mandat Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa dalam hal mandat tidak ada
sama sekali pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan. Sedangkan
Prof. Muchsan mendefinisikan mandat adalah pemindahan/pengalihan sebagian
wewenang dari mandans (pemberi mandat) kepada mandataris (penerima mandat)
sedangkan pertanggungjawaban masih berada ditangan mandans.
4. Bersifat Konkret, Individual, dan
Final
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 5
Tahun 1986, keputusan memiliki sifat konkret, individual, dan final. Konkret
berarti obyek yang diputuskan dalam KTUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud,
tertentu atau dapat ditentukan. Individual artinya KTUN itu tidak ditujukan
untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Final maksudnya
sudah definitif sehingga dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih
memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final
sehingga belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang
bersangkutan.
5. Menimbulkan Akibat Hukum
Tindakan hukum pemerintah merupakan
tindakan hukum yang dilakukan oleh organ pemerintah untuk menimbulkan
akibat-akibat hukumtertentu khususnya di bidang pemerintahan atau administrasi
negara. Meskipun pemerintah dapat melakukan tindakan hukum privat, dalam hal
ini hanya dibatasi pada tindakan pemerintah yang bersifat publik. Tindakan
hukum ini terbagi dalam dua jenis, yaitu tindakan hukum publik yang bersifat
sepihak (eenzijdig) dan dua pihak
atau lebih (meerzijdig). Berdasarkan
paparan tersebut tampak bahwa keputusan merupakan instrumen yang digunakan oleh
organ pemerintah dalam bidang publik dan digunakan untuk menimbulkan
akibat-akibat hukum tertentu.
6. Seseorang atau Badan Hukum Perdata
Subyek hukum terdiri dari manusia
dan badan hukum untuk mendukung hak-hak dan kewajiban. Berdasarkan hukum
keperdataan, seseorang atau badan hukum yang dinyatakan tidak mampu seperti
orang yang berada dalam pengampunan atau perusahaan yang dinyatakan pailit
tidak dapat dikualifikasi sebagai subyek hukum ini.
B.
JENIS-JENIS KEPUTUSAN
Secara teoritis dalam Hukum Adminstrasi Negara dikenal ada 6
keputusan, yaitu:
1. Keputusan konstitutif (keputusan
menciptakan hukum baru) dan Keputusan deklaratoir. Keputusan deklaratoir adalah
keputusan dimana untuk menetapkan mengikatnya suatu hubungan hukum atau
keputusan itu maksudnya mengakui suatu hak yang sudah ada. Sedangkan, keputusan
konstitutif adalah keputusan yang melahirkan atau menghapus suatu hubungan
hukum atau keputusan itu menimbulkan hak baru yang tidak dipunyai sebelumnya.
Keputusan konstitutif ini dapat berupa :
a. Keputusan-keputusan yang meletakkan
kewajiban untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau memperkenalkan
sesuatu.
b. Keputusan yang memberikan status
pada seseorang, lembaga, atau perusahaan. Oleh karena itu, seseorang atau
perusahaan itu dapat menerapkan aturan hukum tertentu.
c. Keputusan yang meletakkan prestasi
atau harapan pada perbuatan pemerintah.
d. Keputusan yang mengizinkan sesuatu yang sebelumnya tidak
diizinkan.
e. Keputusan yang menyetujui atau
membatalkan berlakunya keputusan organ yang lebih rendah.
2. Keputusan yang menguntungkan dan
merugikan. Pada dasarnya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) ada yg
menguntungkan seseorang namun mungkin merugikan pihak lain. Relevansinya ialah kemungkinan
terjadinya gugatan. KTUN yg menguntungkan, gugatan bakal muncul dari pihak
ketiga, sedang dalam hal KTUN merugikan / memberi beban (penetapan pajak)
gugatan berasal dari pihak kedua.
3. Keputusan enmahlig (berlaku sementara) dan keputusan permanen. Dasarnya pada
kekuatan berlaku. KTUN sementara, berlakunya seketika (sekali pakai). Misalnya:
ijin mendirikan bangunan. Dalam praktek terdapat KTUN yang masa berlakuna untuk
jangka waktu tertentu, misalnya: SK Bupati tentang hak pakai atas tanah yang
berlaku 5 tahun, sertifika hak guna bangunan jangka waktu 20 tahun.
Relevansinya : kemungkinan pengenaan sanksi administrasi seperti: pencabutan
izin. Bagi KTUN semetara tidak mungkin izin dicabut jika izin telah digunakan,
demikian pula kemungkinan mengalihkan hak pada pihak lain tentunya juga masih
mungkin hanya jika izin itu belum selesai digunakan dengan prosedur tertentu,
tapi jika org menjual rumahnya yg sudah mempunyai ijin, secara yuridis tidak
perlu bahkan sia-sia saja jika pemilik baru diharuskan melakukan balik nama.
4. Keputusan bebas dan keputusan
terikat. Terikat adalah KTUN hanya melaksanakan ketentuan yng sudah ada tanpa
adanya suatu ruang kebebasan interpretasi pejabat yang bersangkutan, bebas
yaitu didasarkan pada suatu kebebasan bertindak yg dikenal “freies”.
5. Keputusan positif dan keputusan
negatif artinya keputusan menciptakan hukum baru dan negatif menghilangkan hukum
6. Keputusan perorangan dan keputusan
kebendaan. Perorangan ialah KTUN yg diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi
orang tertentu; seperti SK Pengangkatan dalam jabatan Negara, SIM, dan tidak
bisa dialihkan.
C.
PERATURAN
Regeling merupakan tindakan pemerintah dalam hukum
publik berupa suatu pengaturan yang bersifat umum, general, atau
abstrak. Pengaturan yang dimaksud dapat berbentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan mentri, dan sebagainya. Sehingga
melalui regeling terebut dapat mewujudkan kehandak pemerintah bersama
lembaga legislatif, ataupun oleh pemerintah sendiri.
Tindakan
pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan atau regeling ini dimaksudkan dengan
tugas hukum yang diemban pemerintah dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang
bersifat umum. Yang dimaksud dengan umum dalam kata regeling adalah
pemerintah atau pejabat tata usaha negara melakukan upaya untuk mengatur semua
warga negaranya tanpa terkecuali dan buakan bersifat khusus.
Sebagai
contoh adalah kebijakan pemerintah untuk menerbitkan peraturan tentang
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam upaya mengajukan permohonan pembuatan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) ataupun Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Dalam kedua
peraturan tersebut pemerintah tidak menyebut nama atau identitas perseorangan,
melainkan secara umum kepada setiap orang yang bersangkutan dalam melaksanakan
pemohonan kedua akta tersebut.
D.
PERBEDAAN KEPUTUSAN DAN PERATURAN
Di dalam buku “Hukum Acara Pengujian
Undang-undang” karangan Jimly Asshiddiqie (hal. 2), keputusan
(beschikking) selalu bersifat individual dan kongkrit (individual and concrete), sedangkan peraturan
(regeling) selalu bersifat umum dan abstrak (general and abstract).
Yang dimaksud bersifat general and abstrak, yaitu keberlakuannya ditujukan
kepada siapa saja yang dikenai perumusan kaedah umum. Selain itu
menurut Maria Farida Indrati S dalam buku “Ilmu Perundang-Undangan 1
(Jenis, Fungsi, Materi, Muatan)” (hal. 78), suatu keputusan (beschikkiking) bersifat sekali-selesai
(enmahlig), sedangkan
peraturan (regeling)
selalu berlaku terus-menerus (dauerhaftig).
Dan lagi menurut Jimly dalam buku yang sama pada halaman 28
itu menyebutkan bahwa produk keputusan digugat melalui peradilan tata usaha
negara, sedangkan produk peraturan diuji (Judicial
review) langsung ke Mahkamah agung atau kalau untuk undang-undang diuji ke
Mahkamah Konstitusi.
Selain itu setelah dibandingkan ternyata format atau bentuk
dari beschikking dan regeling juga
berbeda, kadang formar beschikking
juga menyerupai regeling, berbeda
dengan beschikking yang formatnya
tidak baku regeling mempunyai format baku, seperti undang-undang ya formatnya
seperti itu terus, kalau beschikking bisa berbentuk apa saja seperti memo
kuitansi atau surat keputusan lainnya.
Dari
penjelasan-penjelasan di atas tersebut maka dapat dibuat tabel perbedaan antara
keputusan dengan peraturan sebagai berikut:
Keputusan (beschikking)
|
Peraturan (regeling)
|
Selalu bersifat individual and concrete.
|
Selalu bersifat general (umum) and abstract.
|
Pengujiannya melalui gugatan di peradilan tata usaha
negara.
|
Pengujiannya untuk peraturan di bawah undang-undang (judicial review) ke Mahkamah Agung, sedangkan untuk undang-undang diuji ke
Mahkamah Konstitusi.
|
Bersifat sekali-selesai (enmahlig).
|
Selalu berlaku terus-menerus (dauerhaftig).
|
Bersumber dari kekuasaan eksekutif
(executive power) |
Bersumber dari kekuasaan legislatif (legislative power).
|
Kadangkala formatnya tidak baku
|
Mempunyai bentuk/format tertentu (baku)
|
E. SYARAT-SYARAT MEMBUAT KEPUTUSAN
1. Syarat material :
a.
Organ pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang.
b.
Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan
yuridis.
c.
Keputusan harus berdasarkan suatu keadaan tertentu.
d.
Keputusan harus dapat dilaksanakan tanpa melanggar peraturan
lain, serta isi dan tujuannya sesuai dengan peraturan dasar.
2. Syarat formal :
Syarat yang ditentukan berhubungan
dengan persiapan dibuatnya Keputusan dan berhubungan dengan cara dibuatnya
ketetapan harus dipenuhi.
a.
Keputusan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu.
b.
Syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan Keputusan itu
harus dipenuhi.
c.
Jangka waktu harus ditentukan.
Keputusan itu sah menurut hukum apabila kedua syarat tadi
dapat dipenuhi, artinya dapat diterima sebagai suatu bagian dari tata tertin
hukum yang ada baik secara formal dan material. Apabila ada kekurangan maka
ketetapan itu menjadi tidak sah.
Keputusan yang sah dengan sendirinya akan memiliki kekuatan
hukum formal dan kekuatan hukum material. Selain itu, juga akan melahirkan
prinsip pradugarechmatig. Asas ini berkaitan erat dengan asas kepastian hukum
(rechtszekerheid) yang terdapat dalam asas-asas umum pemerintahan yang layak
(AAUPL). Meskipun asas praduga rechmatig ini penting dalam melandasi
setiap ketetapan dengan berbagai konsekuensi yang dilahirkan, asas ini tidak
berarti mematikan sama sekali kemungkinan perubahan, pencabutan, atau penundaan
ketetapan TUN yang dapat dilakukan dengan alasan tertentu.
F.
KEPUTUSAN YANG BERLAKU UMUM
Jimly Asshiddiqie menyebutkan didalam buku Perihal Undang-Undang (hlm. 11), antara lain
mengatakan bahwa memang saat ini di Indonesia ada juga peraturan
pemerintah yang berlaku sebagai peraturan perundang-undangan (regels) yang mengikat umum, diantaranya
adalah peraturan mentri yang sering disebut sebagai Surat Keputusan (Keputusan
Menteri). Selama ini masih dipersoalkan tentang kedudukan “keputusan menteri”
yang secara eksplisit tidak tercantum sebagai jenis peraturan perundang-undangan
menurut TAP MPR No. III Tahun 2000 tentang Sumber Tertib Hukum. Jenis Peraturan
Perundang-undangan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) ditetapkan 5 jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan yang tidak dicantumkan “peraturan
menteri” didalamnya. Namun dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan:
“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.”
Penjelasan ayat 4) menyebutkan secara luas tentang jenis
peraturan perundang-undangan, sehingga meliputi semua peraturan
perundangundangan baik itu keputusan maupun peraturan yang dikeluarkan oleh
MPR, DPR, DPRD, MA, MK, BPK, BI, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi
yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau Pemerintah atas perintah
undang-undang, DPRD, Gubernur, BupatiWalikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Dengan demikian, selain UUD, UU/Perpu, PP, Peraturan
Presiden, dan Perda, terdapat banyak jenis peraturan perundang-undangan yang
lain dengan kualifikasi sebagai berikut:
1. Diakui keberadaannya;
2. Mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Dibentuk atas perintah peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi; dan
4. Dibentuk oleh badan yang diberi
kewenangan.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari kedua tindakan administrasi pemerintah yang di bahas
pada makalah ini lebih menitik beratkan ke tindakan beschikking, karena
beschikking masuk dalam wilayah PTUN untuk di periksa dan di putus sengketanya,
Khusus sengketa terhadap peraturan, maka selain dapat ditangani melalui jalur
sengketa di PN ataupun melalui permohonan hak uji materiil di Mahkamah Agung.
Selain terdapat perbedaan mendasar antara beschikking dan regeling atau
peraturan, ada juga beschikking yang bersifat umum seperti keputusan menteri
sebelum keluarnya UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
B. SARAN
Kami mengharapkan untuk kritikan
yang membangun untuk makalah ini dan semoga bermanfaat untuk pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Endah
Dewi Nawangsasi, Hukum Administrasi
Negara Dalam Perspektif Cyber Law Terkait Data Privasi Dan Beschikking
Digitalisasi, PT. Alumni, Bandung, 2016
UU No. 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Peraturan
Menteri BUMN No. PER-01/MBU/2011 Tahun 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan
Yang Baik (Good Corporate Governance)
Pada Badan Usaha Milik Negara.
Pengantar
Hukum Administrasi Indonesia, 1993,
Yogyakarta: Gajahmada University press
www.makmurjayayahya.com
www.makmurjayayahya.com
FUNGSI DAN SIFAT HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN INDONESIA YANG BAIK
Posting Komentar untuk " FUNGSI DAN SIFAT HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN INDONESIA YANG BAIK"