Bagaimana Perlindungan Hukum pelaksanaan Lelang, SKMHT dilakukan tanpa adanya APHT dan Sertifikat Hak Tanggungan
makmurjayayahya.com |
Sebagai tanda bukti adanya
Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan (Pasal
14 ayat (1) UU Hak Tanggungan). Sertifikat Hak Tanggungan inilah yang mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (Pasal 14 ayat (3) UU Hak Tanggungan).
Sedangkan, APHT yang dibuat
oleh PPAT adalah langkah pertama dari pemberian hak tanggungan tersebut.
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU Hak Tanggungan, pemberian hak tanggungan
didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan
pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian
lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan
dengan pembuatan APHT oleh PPAT (Pasal 10 ayat (2) UU Hak Tanggungan).
Jadi, pada dasarnya
jika APHT tersebut telah didaftarkan di Kantor Pertanahan dan telah memperoleh
sertifikat hak tanggungan, maka kreditur dapat melakukan penjualan secara
lelang jika debitur wanprestasi.
Pelelangan suatu objek
tanah yang telah dijaminkan dan dibebankan Hak Tanggungan memang merupakan
kewenangan yang dimiliki oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
sesuai daerah dimana objek tanah tersebut terdaftar, tetapi pelelangan tersebut
haruslah tetap mengikuti kaidah-kaidah hukum yang berlaku di Indonesia mengenai
proses lelang.
Pada Pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT) dijelaskan Lelang
dapat dilaksanakan jika tanah tersebut telah mendapatkan dan telah didaftarkan
dengan Hak Tanggungan yang didahului dengan janji untuk memberikan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan
merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang
bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
Pemberian Hak Tanggungan
dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT. Fungsi Hak
Tanggungan yaitu sebagai jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu,
yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu kepada kreditur-kreditur
lain. Apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak
menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului daripada
kreditur-kreditur lain.
Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan dapat dieksekusi lelang apabila adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan
dan Sertifikat Hak Tanggungan. Namun apabila terjadinya dua alas hak yang mana
alas hak terakhir merupakan Hak Milik yang diperoleh dengan I’tikad baik oleh
pihak ketiga maka dapat menimbulkan masalah hukum
pelaksanaan lelang yang Surat
Kuasa untuk Memberikan Hak Tanggungan (SKMHT) tidak bisa dilakukan tanpa adanya
akta dari suatu objek jaminan pinjaman yang tertera jelas kepemilikannya (APHT) dan Sertifikat Hak
Tanggungan. Sehingga apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka tidak
dapat dilaksanakan pelelangannya dan dapat dimintakan pembatalan.
Dasar Hukum :
- Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta tenda-benda yang berkaitan dengan Tanah
Referensi
:
- Aryo Dharmajaya,Tinjauan hukum terhadap lelang atas tanah dan bangunan yang tidak dapat dimiliki oleh pemenang lelang (analisis kasus putusan Mahkamah agung nomor 158 k/Pdt2005), (Depok: Tesis Magister Universitas Indonesia, 2009)
- Rischa Natra Fitra, Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Sertifikat Hak Milik Yang Dieksekusi Lelang Oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Tanpa Adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan (Studi Putusan Kasasi Nomor 1180/K/Pdt/2017) Jakarta, 30 Maret 2020
- https://www.hukumonline.com/klinik/a/pelaksanaan-lelang-hak-tanggungan-lt5225434fa851d/
Posting Komentar untuk "Bagaimana Perlindungan Hukum pelaksanaan Lelang, SKMHT dilakukan tanpa adanya APHT dan Sertifikat Hak Tanggungan"